Pajak-Pajak Dalam Transaksi Jual Beli Properti

Setiap transaksi yang terjadi di bidang real estate dikenakan pajak, karena dalam transaksi terjadi perpindahan barang/hak dari suatu subjek pajak kepada subjek pajak lainnya.

Terdapat dua komponen dalam suatu transaksi jual beli properti, yaitu subjek dan objek pajak. Subjek pajak terdiri dari Penjual dan Pembeli, sementara objek pajak adalah propertinya.

Dalam hal ini penjual dan pembeli diwakili oleh data-data yang ada dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) untuk subjek pajak berupa orang pribadi. Jika penjual dan pembeli adalah badan hukum atau perseroan terbatas (PT), yayasan maka subjek pajaknya adalah data-data yang tercantum di dalam akta-akta perseroan atau akta yayasan, mulai dari akta pendirian dan akta-akta perubahannya (jika ada).

Bukti badan hukum sebagai subjek pajak lainnya adalah Surat Keputusan Pengesahan sebagai badan hukum (SK) dari Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Jika suatu PT atau yayasan belum mendapatkan pengesahan sebagai badan hukum dari Kemenkumham maka PT atau yayasan tersebut belum sah sebagai badan hukum. 

Penjual dikenakan pajak karena menerima penghasilan/kenikmatan berupa uang dari perpindahan hak yang terjadi (transaksi jual beli), sementara pembeli dikenakan pajak karena menerima barang atau menerima hak.

Jadi secara mudah dapat dipahami bahwa saat kita menerima penghasilan maka kita harus membayar pajak ke Negara, begitu juga ketika kita menerima barang kitapun diwajibkan membayar pajak ke Negara. Hmmm, sangat enak jadi Negara karena dari penjual dapat dan dari pembeli juga dapat.. 

Pajak yang Dikenakan Kepada Penjual Properti

1. Pajak Penghasilan (PPh) Final

Disebut juga Pajak Penghasilan Sehubungan dengan Pengalihan Hak Atas Tanah & Bangunan adalah pajak yang dikenakan dengan tarif dan dasar pengenaan pajak tertentu atas penghasilan yang diterima atau diperoleh selama tahun berjalan.

Pembayaran, pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Final yang dipotong pihak lain maupun yang disetor sendiri bukan merupakan pembayaran dimuka atas PPh terutang akan tetapi merupakan pelunasan PPh terutang atas penghasilan tersebut, sehingga wajib pajak dianggap telah melakukan pelunasan kewajiban pajaknya.

Besarnya PPh adalah 2,5 % dari Nilai Peralihan/Nilai Transaksi.

Contohnya sebuah rumah di Kebon Jeruk, Jakarta Barat tipe 250/200 ditransaksikan dengan harga 3 milyar rupiah dengan demikian pemiliknya dikenakan PPh final sebesar:
= 2,5% x 3 milyar rupiah
= 75 juta rupiah

2. Pajak Bumi Bangunan (PBB)

PBB adalah pajak yang dipungut atas tanah dan bangunan karena adanya keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang atau badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat dari padanya.

Besarnya nilai PBB tergantung lokasi, bisa dilihat di Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB), dimana dalam SPPT tercantum besarnya Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan besarnya PBB yang harus dibayar. Dimana pembayaran PBB dilakukan tiap tahun.
Pajak Bumi dan Bangunan atas Properti di Indonesia Terbilang Kecil
Kenyataannya PBB terbilang kecil dibandingkan dengan nilainya. Berikut contoh perhitungan pajak properti berupa PBB:

Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) :  2.049.175.000

NJOP Tidak Kena Pajak (NJOP TKP) : 15.000.000

NJOP untuk perhitungan PBB : 2.030.175.000

Maka PBB yang terhutang adalah 0.2 % x 2.030.175.000 : 4.060.350

Bisa dilihat bahwa jika memiliki properti dengan nilai NJOP sebesar 2.049.175.000 maka kewajiban membayar PBB per-tahun hanyalah 4.060.350 rupiah. Nilai ini tentu sangat kecil jika dibanding nilai objek pajak sesungguhnya. Karena nilai properti sebenarnya pada umumnya lebih tinggi dari NJOP.

Itulah contoh perhitungan jumlah PBB satu unit rumah di Jakarta. Satu lagi kemudahan terhadap PBB di Jakarta, saat ini pembayaran PBB untuk NJOP lebih kecil dari 1 milyar rupiah digratiskan.

Pajak yang Ditanggung Oleh Pembeli dalam Transaksi Jual Beli Properti

1. Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

PPN adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan

nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. PPN dibayarkan oleh pembeli tetapi dipungut oleh penjual yang terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan menyetorkan ke Negara.

Di bidang properti PPN dikenakan terhadap properti primary yang dijual oleh developer ke konsumen. Jadi transaksi jual beli antara orang pribadi untuk transaksi properti secondary atau rumah seken tidak dikenakan PPN.

Besarnya PPN adalah 10 % dari Nilai Peralihan.

Kecuali peralihan hak untuk rumah sederhana tidak dikenakan PPN. Rumah sederhana yang dimaksud di sini adalah rumah yang harga jualnya diatur oleh pemerintah. Rumah ini dikenal juga sebagai rumah subsidi karena memang dalam pembelian konsumen disubsidi oleh pemerintah dalam bentuk:

Harga rumah dibatasi, contohnya untuk perumahan di Pulau Jawa dan Sumatera harga perumahan subdisi adalah 116,5 juta rupiah di tahun 2016. 

Uang muka yang rendah, hanya sekitar 1% saja dari harga rumah. Dengan demikian untuk membeli rumah masyarakat berpendapatan rendah (MBR) hanya perlu menyediakan uang muka sekitar 1 juta-an ditambah dengan biaya-biaya lain seperti BPHTB, biaya PPAT/Notaris, biaya provisi dan administrasi bank yang jumlahnya tidak lebih dari 4 juta. Sehingga untuk membeli rumah masyarakat cukup menyediakan uang 5 juta saja, bahkan bisa lebih rendah.

Bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang rendah sehingga cicilannya ringan. Bunga KPR hanya 5%, lebih rendah dibandingkan dengan bunga KPR untuk perumahan non subsidi yang masih di atas 8% bahkan untuk bank tertentu bunganya di atas 10%.

BPHTB ada potongan.

2. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dalam Penjualan Properti

 
PPnBM adalah pajak yang dikenakan pada barang yang tergolong mewah yang dilakukan oleh produsen (pengusaha) untuk menghasilkan atau mengimpor barang tersebut dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
Di bidang properti PPnBM hanya berlaku untuk primary product atau rumah atau produk property lainnya dari developer ke konsumen, tidak berlaku untuk transaksi antara individu atau secondary product.

Besarnya PPnBM adalah 20 % dari Nilai Transaksi.

Syarat bahwa suatu transaksi jual beli properti itu dikenakan PPnBM:

Hunian mewah seperti apartemen, kondominium, town house, luas 150 m2 atau lebih dan harga jual bangunanya Rp 4.000.000/m2. 

Rumah termasuk rumah kantor (rukan) atau rumah toko (ruko) dengan luas bangunan minimal 400 m2 dan harga jual bangunan Rp. 3.000.000/m2.

Namun saat ini, kedua syarat di atas sudah tidak berlaku lagi karena berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 206/PMK.010/2015, properti digolongkan barang mewah apabila harganya mencapai 20 milyar rupiah untuk rumah tapak dan 10 milyar rupiah untuk apartemen. Jadi saat ini tidak melihat luas dari properti tersebut. Patokannya hanya harga jualnya.

3. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

BPHTB adalah pungutan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Dimana perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.

Besarnya BPHTB adalah 5% dari Nilai Transaksi. Dimana Nilai Transaksi dikurangi terlebih dahulu dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP). Besarnya NPOPTKP berbeda-beda tergantung daerah.

Untuk di Jakarta saat ini NPOPTKP adalah 80 Juta, untuk BODETABEK 60 Juta. Dan untuk daerah lain di Indonesia bisa saja berbeda. Silahkan ditanyakan ke dinas pendapatan daerah masing-masing, bisa juga ke BPN atau kantor Notaris.

BPHTB = 5% x (Nilai Transaksi-NPOPTKP)

Contohnya satu unit rumah di Bogor, Jawa Barat ditransaksikan dengan harga 100 juta rupiah, maka besarnya BPHTB adalah sebagai berikut:
= 5% x (100 juta – 60 juta)
= 5% x 40 juta
= 2 juta rupiah
 
Enaknya di Jakarta, BPHTB untuk NJOP di bawah 2 milyar digratiskan. Ini berdasarkan Pergub Nomor 193 Tahun 2016 Tentang Pembebasan 100 Persen atas BPHTB Karena Jual Beli atau Pemberian Hak Baru Pertama Kali dan atau Pengenaan Sebesar Nol Persen Bea Waris atau Hibah Wasiat dengan Nilai Jual Objek Pajak Sampai dengan Rp 2 Miliar.

Jadi untuk transaksi rumah dengan NJOP 1,9 milyar rupiah (contohnya) tidak dikenakan BPHTB. Peraturan ini didorong oleh kenyataan masih banyaknya orang yang tidak sanggup mengurus sertifikat karena mahalnya BPHTB yang harus dibayarkan.

Karena BPHTB dikenakan tidak hanya untuk jual beli tetapi juga dikenakan terhadap permohonan hak (pembuatan sertifikat) untuk pertama kali. Diharapkan masyarakat yang tidak memiliki uang untuk membayar BPHTB sanggup mensertifikatkan tanahnya.

Contohnya seseorang memiliki tanah seluas 500 m2 dan nilai NJOP tanahnya adalah 3.500.000/m2, tanahnya berlokasi di Jakarta Joglo, Jakarta Barat. Tanah tersebut belum bersertifikat, jika dia bermaksud mengurus sertifikatnya maka BPHTB yang menjadi kewajibannya adalah:
5% (500 x 3.500.000 – 80.000.000)
5% (1.750.000.000 – 80.000.000)
5% x 1.670.000.000
83.500.000 rupiah

Dapat dilihat bahwa untuk mensertifikatkan tanah tersebut dia membutuhkan uang 83.500.000 rupiah. Itu hanya untuk bayar BPHTB saja, belum lagi biaya lain-lain. Tentu jumlah ini sangat besar bagi sebagian masyarakat. Sementara untuk rumah subdisi pemerintah BPHTB saat ini dikurangi 25% dari nilai BPHTB normal.

Ke depan ada wacana pemerintah akan menggratiskan BPHTB ini. Semoga bisa terealisasi, dengan demikian semakin mudah masyarakat berpendapatan rendah dalam memiliki rumah.

Misalnya ditransaksikan satu unit perumahan subsidi seharga 116,5 juta, maka BPHTB yang harus dibayar adalah:
5% x (116,5 juta – 60 juta) x 75%
5% x 56.500.000 x 75%
2.118.750 rupiah

4. Peneriman Negara Bukan Pajak (PNBP)

PNBP adalah seluruh penerimaan Pemerintah Pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan. Pembayaran PNBP dilakukan ketika pengajuan permohonan baliknama sertifikat di Badan Pertanahan Nasional (BPN)

Besarnya PNBP dalam transaksi jual beli properti adalah (0,1 % x Zona Nilai Tanah) + 50.000

Dimana Zona Nilai Tanah (ZNT) adalah suatu poligon yang menggambarkan nilai tanah yang relatif sama atas sekumpulan bidang tanah yang ada di dalamnya, yang batasannya bisa bersifat imajiner ataupun nyata sesuai dengan penggunaan tanah. Nilai ZNT dikeluarkan oleh Kementrian Agraria dan Tata Ruang/BPN.

Penetapan nilai ZNT adalah berdasarkan perkiraan dan analisa harga tanah di lokasi, tidak termasuk nilai bangunannya

KESERAKAHAN PEBISNIS PROPERTI

Kebutuhan perumahan yang belum terpenuhi (backlog) di Indonesia telah mencapai 30 juta unit sampai dengan tahun 2025. Di tahun 2017 saja, kebutuhan rumah (backlog) layak huni bagi masyarakat Indonesia dinilai masih cukup tinggi.

Bahkan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Menpupera), Basuki Hadimuljono mengaku Program Satu Juta Rumah akan tetap dilanjutkan di tahun ini, dengan komposisi pembangunan 700.000 unit rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan 300.000 non MBR.

Sumber :
https://www.google.co.id/amp/s/inapex.co.id/2017-kebutuhan-rumah-masyarakat-indonesia-cukup-tinggi/amp/


Tingginya pemenuhan perumahan yang belum terpenuhi, memicu permintaan atas properti. Secara tidak langsung memberikan alasan bagi para developer kapitalis (serakah) untuk membabat hutan, merusak ekosistem, merubah zonasi hijau menjadi kuning, bahkan menggusur kaum miskin ke 'pinggiran'.

Rakusnya konglomerat properti bikin rumah murah tinggal mimpi. Rakusnya para konglomerat properti di kawasan pinggiran membangun kawasan elite, menyebabkan lahan kosong menyusut. Seiring penyusutan lahan kosong dan besarnya lahan yang dikuasai pengembang kelas kakap, maka pilihan msyarakat berpenghasilan pas - pasan semakin sulit memiliki hunian.

Sumber : https://www.google.co.id/amp/s/amp.tirto.id/rakus-konglomerat-properti-bikin-rumah-murah-tinggal-mimpi-cN4u


Tanpa disadari, pola pikir keserakahan membentuk rasa kurangnya kepedulian terhadap tetangga dan lingkungan sekitar. Keinginan menguasai segalanya tak ada kata cukup. Seolah - olah jika kita punya duit, maka berkuasa dan bisa bertindak sesuka hati. Di sisi lain masyarakat masih banyak yang miskin, jangankan beli 'rumah mewah', rumah sederhana puk tak terbeli.

Sumber : juraganforum.com/keserakahan-investasi-properti/

Apalagi di pihak Developer Properti, semakin diuntungkan dengan maraknya program KPR Perbankan. Seolah - olah masyarakat mempunyai banyak pilihan dan tinggal menentukan lokasi perumahannya. Selain itu, dengan suku bunga (Riba) yang beragam memberikan keleluasaan bagi para pengembang untuk menawarkan promo -promo kepada masyarakat. (Sumber : https://googleweblight.com/i?u=https://www.suaramerdeka.com/index.php/news/baca/29197/pengembang-untung-marak-perbankan-salurkan-kpr&hl=id-ID)


Namun kenyataannya, naiknya suku bunga KPR membuat masyarakat harus rela membayar lebih mahal cicilan rumah setiap bulannya. Bahkan, ada yang mengurungkan niat mencicil pembelian rumah. Beban tersebut masih ditambah dengan Inflasi, yang secara tahunan mencapai 8,22 persen. Sehingga, harga rumah bisa melonjak hingga 20 kali lipat ditambah inflasi yang meroket menjadikan keinginan untuk memiliki rumah hanyalah sebatas mimpi. (Sumber : https://m.merdeka.com/uang/suku-bunga-kpr-makin-mencekik-masyarakat.html)

Guru kami Mas Jaya Setiabudi founder yukbisnis.com mengatakan, KAPITALISME tanpa kita sadari telah merasuk dalam kehidupan kita, mempengaruhi pola pikir dan perilaku kita dalam menjalankan bisnis.

Lawan dari kapitalisme adalah 'Rahmatan lil A'lamin', menjadi rahmat bagi semesta alam. Bukan hanya manusia, juga hewan dan tumbuhan serta alam.

Deskripsikan kata cukupmu, agar datang kata syukur mu.

Jika angka cukup tak terpenuhi, maka 'kata syukur' pun tak akan keluar. Sehingga, jangan berharap Allah akan menambah nikmat - Nya kepada kita.

Bagaimana dengan pengusaha properti?
pengusaha haruslah 'membantu orang lain mendapatkan angka cukupnya'. Bisnis adalah KENDARAAN bukan tujuan. Jangan terlena oleh kendaraan sehingga lupa tujuan

Seringkali saat 'miskin' punya tujuan yang mulia sebagai pengusaha, yaitu mengentaskan pengangguran dan kemiskinan. Namun setelah mencicipi nikmatnya kekayaan, lupa akan tujuan yang semula.

Jemput 'kata cukupmu' dengan proses yang halal dan berkah. Utamakan keberkahan bukan kekayaan. Syariah itu di PROSES bukan di hasil

ingat RUMUSNYA : TUJUAN yang benar, baru rumuskan jalan yang BERKAH

Sumber : http://juraganforum.com/vibrasimu-terasa/

Value - value diatas melandasi visi dan misi hasalahland.com membangun Peradaban Islami yang menerapkan ajaran Islam secara kaffah dalam segala aspek kehidupan dan mengembangkan kemandirian umat.

Hadirnya hasanahland.com di tengah - tengah masyarakat dalam rangka menghadirkan lingkungan islami, berupa perumahan yang berkonsep islami. Dimana Insya Allah menjadi tempat terbaik mengembangkan keluarga dan membesarkan anak serta membangun sistem ekonomi islam yang mengembangkan kemandirian umat.

Mari berjuang dan berdakwah lewat properti syariah

Mari bergerak bukan hanya untuk mengkayakan diri

Mari bergerak bukan untuk banyak menguasai
Mari bergerak bukan untuk kembali memonopoli properti

Namun, mari bergerak untuk berjuang menegakkan kembali islam di negeri mayoritas muslim ini

PERBAHARUI NIAT

Sebagai insan pebisnis muslim khususnya di bidang properti, tidak dapat dipungkiri lagi bahwasanya menjalankan bisnis di ranah properti, merupakan sebuah peluang bisnis yang cukup menggiurkan karena selain menguntungkan, minim resiko, minim capital namun memiliki keuntungan maksimal. Teknis pelaksanaannya-pun mudah, hanya perlu kesabaran, kegigihan dan ketekunan dalam proses menjalankannya.

 

Broker Properti, sebuah bisnis yang banyak orang mengetahui tapi sedikit orang memanfaatkan. Seperti kita ketahui, bahwasanya 'Developer Senior' saja yang telah menjadi raksasa bisnis properti 5 besar di Indonesia menjalankan bisnis ini melalui jaringan brokernya.

 

Sumber : https://economy.okezone.com/read/2015/07/13/470/1181008/gurihnya-peluang-broker-properti#lastread

 

Wajar saja banyak yang tertarik menjadi broker properti, sebab menurut data rumahdijual.com bahwasannya memasuki tahun 2018, masa depan agen properti diprediksi kian cerah. Ya, bagi Anda yang tengah mencari peluang bisnis, tahun ini properti merupakan sektor yang paling seksi yang wajib Anda bidik. Tentunya ada banyak faktor yang membuat sektor properti menyimpan banyak potensi.

 

Menurut berbagai data dan analisa, harga properti berpeluang naik hingga 10%-15%, sementara suplai hunian berpeluang meningkat hingga 30%. Salah satu indikator pendukungnya adalah kebijakan Pemerintah.

 

Namun, hanya sedikit kantor Broker Properti baru yang bertahan hidup. Survei yang dilakukan pada kurun 2006 - 2013 memperlihatkan, ternyata hanya 20% yang berhasil, 80% ganti jualan kelontongan (palugada).

 

Pertanyaannya, kenapa gagal?

 

Dunia hedonis dan alam KAPITALIS sudah mewabah. Bujukan jadi kaya juga melanda para marketing properti sejak edukasi diawal. Akhirnya nggak pernah tahu batas puas, yang dipikirin cuman listing proyek dimana-mana, dan jualan dengan segala cara.

 

Sumber : www.rumahhokie.com/beritaproperti/kenapa-hanya-sedikit-kantor-agen-properti-baru-yang-hidup/

 

Berbeda dengan apa yang guru kami (Jaya Setiabudi) ajarkan. Bukan tentang kaya raya, bukan untuk aset tak terbatas, bukan uang yang belimpah ruah, atau menjadi orang terkenal sejagad rayah. Beliau hanya mengajarkan tentang KATA CUKUP hingga muncul KATA SYUKUR.

 

Jika kata cukup tak terpenuhi, maka kata syukurpun tak akan keluar. Jika kata syukur tak keluar, jangan berharap Allah akan menambah nikmat-Nya kepada kita.

 

Jika pencapaian MATERI menjadi tolak ukur KESUKSESAN, maka KESERAKAHAN menjadi mesinnya, MANIPULASI adalah bahan bakarnya dan KAPITALIS adalah sistemnya.

 

Sumber : https://www.facebook.com/groups/ForumJayaSetiabudi/

 

Begitu juga Hasanahland.com dan Pejuanghasanah.club , yang telah diubah 'value'nya berbeda dari yang lain. Yakni menjadi tempat melahirkan serta mengumpulkan pejuang dakwah islam, yang siap dididik menjadi pengusaha muslim melalui properti, yang tegas menegakkan syariat islam dalam kehidupan, dengan BANYAK MEMBERI ga harap kembali. Tentunya dengan settingan kata cukup dan siap meWAKAFkan diri serta hartanya untuk umat.

 

Sebagaimana Allah berfirman dalam Surat Al- Imron ayat 104 :

 

"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang meyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mugkar; merekalah orang-orang yang beruntung” ( Al Imran; 104)

 

Pekerjaan mana lagi kah yang lebih mulia daripada menegakkan agama Allah yang semata-mata hanya mengharap ridho dari Allah?

 

Pekerjaan mana lagi kah yang lebih beruntung daripada mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran?

 

Beberapa ada yang sudah mundur teratur di jalan ini, karena tidak sabar menghadapi ujian keistiqomahan. Jalan ini memang tidak mudah, seperti kata Hasan al-Banna:

 

"Andai perjuangan mudah, pasti ramai yang menyertainya. Andai perjuangan ini singkat, pasti ramai yang istiqomah. Andai perjuangan ini menjanjikan kesenangan dunia, pasti ramai orang yang tertarik padanya. Tetapi hakikat perjuangan bukanlah begitu, turun-naiknya, sakit-pedihnya, umpama kemanisan yang tak terhingga. Kalau dakwah saja mungkin semua orang bisa, tapi yang berdakwah dan mencintai dakwah-lah yang sulit. Karena perjuangan ini membutuhkan orang-orang yang memiliki azzam dan tekad yang kuat".

 

Bukankah surga terlalu luas untuk kau huni sendiri?

 

Sumber : https://www.dakwatuna.com/2015/05/06/68284/surat-terbuka-untuk-para-pejuang-dakwah/amp/

Indonesia Sold Out! Mungkinkah?

Kali ini datang dari pakar pendidikan, Prof. DR. M. Dawam Rahardjo, Rektor UP45 Yogyakarta, menuturkan, bahwasanya Indonesia adalah Negara Outsouching. Indonesia  tidak melakukan Industrialisasi, karena indonesia hanya memiliki pabrik saja. Sebagai fasilitator pabrik tepatnya, dimana pemiliknya seperti yang kita ketahui bersama, tetap asing lagi, asing lagi. Lama kelamaan, bangsa Ini hanya menjadi Negara sebagai "Tukang Pembersih WC" yang diberakin oleh kapitalis asing.

Disisi lain Prof.DR. Sri Edi Swasono sebagai Ketua Majelis Luhur Taman Siswa, beliau menceritakan perihal pendapat dari Rektor UGM pada Acara Dies Natalis 2013, bahwasannya kita tidak berdaulat dalam teknologi, bibit, mesiu, pangan, energy, obat, dan industri. Obat hanya peracik, Industri hanya perakit, bahkan panganpun import. Seolah kita dilahirkan disini hanya sebagai ahli konsumsi saja. Sangat jauh dari kedaulatan, untuk sebuah bangsa.

Prof Sri Edi mempertanyakan, “Apa yang kau ajarkan kepada mahasiswamu? Koq mahasiswamu jadi begini? Dan tidak melihat bahwa sekarang ini keadaannya bertentangan dengan UUD. Tidak melihat bahwa tanpa kedaulatan itu, memalukan. Koq ga ada yang kerasa itu?”

Ada Statemen menarik dari salah satu praktisi pendidikan lainnya. Beliau mengatakan bahwa "Universitas berhentilah menyibukkan diri dengan embel - embel universitas kelas dunia, Universitas riset atau apapun itu namanya. Saya kira itu semua adalah cerminan dari neokolonialisme. dan memang kenyataannya seperti itu. Universitas dijadikan sebagai ajang pengkaderan agen - agen kolonial".

Seiring berkembangnya zaman dan teknologi serta pola pikir yang makin cerdik, membuat segala sesuatu hal terlihat tampak indah, namun hanya sesaat dan sesat.

Kapitalisme perlahan lahan masuk ke kedaulatan Bangsa Indonesia. Seolah - olah turut berpartisipasi membantu kedaulatan namun justru menjadikan bangsa Indonesia tak berdaulat sama sekali.

Salah satu contoh sistem kapitalis mulai mengukuhkan cakarnya di Indonesia adalah dengan dikuasainya marketplace - marketplace ternama yang ada di Indonesia. Mengutip dari Juragan Forum tentang bibit - bibit kapitalis di darah kita, dipaparkan oleh Mas Jaya Setiabudi, bagaimana para kapitalis memainkan strategi dan merusak ekosistem perekonomian UKM. Perang harga, diskon gede - gedean, serta ongkos kirim yang gratis. Sekilas terlihat menguntungkan bagi pembeli dan produsen, namun efeknya sementara, karena Pasar akan sensitif terhadap harga. Konsumen akan membeli ke marketplace yang harganya gak masuk akal bagi pelaku UKM. Para UKM pun mulai jadi korban rusaknya ekosistem, baik toko offline ataupun online lokal tidak mampu bersaing, alhasil tutup toko, gulung tikar.

Contoh lain seperti yang diwartakan laman swamedium, maraknya iklan
hunian di berbagai media cetak dan elektronik berdampak pada harga properti yang semakin tidak terjangkau bagi para pekerja dan buruh yang berpendapatan pas - pasan. Para Pengembang jor-joran mengiklankan Apartemen dan Hunian Mewahnya yang hanya “satu koma empat milayar saja” sebagai investasi. Akhirnya, yang kaya makin kaya. Yang kurang mampu, hanya penikmat iklan dan berlalu, ingin punya rumah? Jadi impian semu.

Pemerintah sudah semestinya menertibkan dan proaktif, dicarikan solusi menjaga stabilitas harga properti yang terjangkau bagi pekerja, ini sudah selayaknya menjadi prioritas pemerintah. Sebab bukan hanya pengembang sebagai pengusaha saja yang ingin anak dan istrinya tidur dengan nyenyak di rumah yang layak, namun kaum pekerja, ekonomi menengah kebawah juga berhak mendapatkan hunian yang layak bagi anak - istri mereka.

Kementerian Perkerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melalui Direktorat Jenderal Pembiayaan Perumahan memperkirakan hingga tahun 2025 angka kebutuhan rumah di Indonesia mencapai 30 juta unit ( Sumber : Kompas)

Tahun 2017 kemarin, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Menpupera) Basuki Hadimuljono mengaku Program Satu Juta Rumah akan diteruskan ditahun 2018 ini. Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Syarif Burhanuddin menambahkan, dirinya sangat optimis program itu bisa ditingkatkan capaiannya.

Di Tahun 2017, pemerintah sudah melakukan pembangunan hunian dengan komposisi pembangunannya masih tetap 700.000 unit rumah bagi MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah), dan sisanya 300.000 unit rumah untuk non MBR.

Jika mengacu pada data diatas bahwa kemampuan pemerintah dalam membangun properti untuk masyarakat hanya sebatas 1 juta unit pertahun sedangkan target pemerintah di tahun 2025 mesti 30 juta terpenuhi. Sehingga pertahun semestinya pemerintah membangun hunian untuk masyarakat sebanyak 3.750.000 unit. Dengan demikian masih ada potensi bagi pengembang lokal/pribumi untuk membantu mewujudkan pemenuhan hunian sebanyak 2.750.000 unit/tahun. Melihat pasokan rumah yang gak cukup maka diperlukan pengembang lokal baru.

Memasuki tahun 2018 industri properti dalam negeri menghadapi beberapa tantangan di tahun politik. Salah satunya adalah serbuan pengembang asing dari China yang bersembunyi di balik nama lokal ( Sumber : Okezone)

Hal ini mesti kita waspadai karena developer china cenderung berambisi dan memiliki target yang tinggi untuk menguasai properti seluruh tanah air.

Pertanyaanya adalah apakah kita hanya bisa berdiam diri dan menjadi penikmat iklan “satu koma empat miliar saja” ? Atau mungkin secara ga sadar, kita adalah salah satu agennya? Calo tanahnya? Bahkan Agen pemasar produknya? Sampai akhirnya INDONESIA SOLD OUT ketangan kapitalis asing selamanya. Mungkinkan??

Apa itu Sertifikat, IMB dan SPPT-PBB? Yuk belajar dulu

Ada beberapa dokumen yang melekat pada suatu objek berupa benda tidak bergerak seperti tanah dan bangunan, diantaranya Sertifikat, Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT-PBB) yang berfungsi sebagai penanda sahnya legalitas objek tersebut di mata hukum. Masing-masing dokumen ini dikeluarkan oleh instansi yang berbeda dan memiliki fungsi yang berbeda pula.

Sertifikat dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN), IMB adalah urusannya pemerintah daerah setempat melalui dinas perijinan bangunan, baik tingkat kota/kabupaten atau kecamatan sedangkan SPPT-PBB manjadi domainnya Kantor Pelayan Pajak (KPP), tapi saat ini pengelolaan sudah dilimpahkan ke Pemerintah Daerah masing, sebagai tindak lanjut kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal.
Sertifikat Tanah dan Bangunan

Menurut PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, sertifikat adalah surat tanda bukti hak atas tanah dan bangunan. Sertifikat dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) melalui kantor pertanahan masing-masing wilayah.

Pada dasarnya sertifikat dicetak dua rangkap, dimana satu rangkap disimpan di kantor BPN sebagai buku tanah dan satu rangkap dipegang masyarakat sebagai tanda bukti kepemilikan atas tanah dan bangunan. Dalam arsip buku tanah tersebut tercantum secara detil mengenai tanah, baik data fisik maupun data yuridis seperti luas, batas-batas, dasar kepemilikan, data-data pemilik dan data-data lainnya.

Data fisik tanah yang tercantum dalam Surat Ukur yang terlampir dalam sertifikat pada halaman terakhir hanya berupa luasnya dan tidak melampirkan ukuran secara detil. Dan data bangunan juga tidak dicantumkan dalam sertifikat, jika di atas tanah tersebut ada bangunan, maka dalam sertifikat hanya tertera bahwa di atas tanah tersebut ada bangunan.


Ijin Mendirikan Bangunan (IMB)
Tentang IMB diatur dalam Undang-Undang nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Dalam UU tersebut mensyaratkan bahwa untuk mendirikan bangunan gedung di Indonesia diwajibkan untuk memiliki Ijin Mendirikan Bangunan.

IMB merupakan landasan sah kita mendirikan bangunan. Dalam IMB tersebut tercantum data-data bangunan secara detil. Mulai dari peruntukan, jumlah lantai dan detil teknis yang menjadi lampirannya.

IMB terdiri dari IMB Rumah Tinggal, IMB Bangunan Umum Non Rumah Tinggal sampai dengan 8 lantai dan IMB Bangunan Umum Non Rumah Tinggal 9 lantai atau lebih. Masing-masing tipe bangunan tersebut memiliki syarat yang berbeda. Semakin tinggi atau semakin rumit bangunan maka semakin banyak pula yang harus diperhitungkan dalam pemberian IMB.

Untuk IMB Rumah tinggal pengurusannya cukup melalui seksi Perijinan Bangunan di Kantor Kecamatan setempat, sedangkan untuk bangunan non rumah tinggal permohonan IMB dilakukan di Suku Dinas Perizinan Bangunan Kota Administrasi setempat dan untuk bangunan dengan tipe dan luasan tertentu perijinan dikeluarkan oleh Pemda atau gubernur. Sedangkan untuk bangunan dengan fungsi khusus ijinnya langsung dikeluarkan oleh pemerintah pusat.

Selain itu aspek teknis seperti garis sempadan bangunan tidak melanggar, Koefesien Dasar Bangunan (KDB) dan Koefesien Luas Bangunan (KLB) sesuai dengan yang dipersyaratkan. Penting juga diperhatikan bahwa antara bentuk bangunan seperti tertera dalam IMB sesuai dengan bangunan fisiknya.

 
Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT-PBB)

SPPT diatur dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). SPPT merupakan dokumen yang berisi besarnya utang atas Pajak Bumi dan Bangunan yang harus dilunasi oleh Wajib Pajak pada waktu yang telah ditentukan.

SPPT hanya menentukan bahwa atas objek pajak tersebut dibebankan hutang yang harus dibayarkan oleh subjeknya. SPPT PBB bukan merupakan bukti kepemilikan objek pajak. Karenanya sering kita menemukan bahwa nama yang tercantum di sertifikat berbeda dengan nama yang tercantum dalam SPPT PBB.

Hal ini bisa terjadi karena pemilik tidak melakukan balik nama SPPT PBB setelah dilakukannya peralihan hak atau balik nama sertifikat atas tanah dan bangunan tersebut. Dalam pembayaran PBB yang perlu disesuaikan adalah Nomor Objek Pajak (NOP)-nya.

Kondisi lainnya adalah SPPT PBB hanya mencantumkan nama salah satu pemilik saja, jika pemilik objek pajak tersebut lebih dari satu orang.

Jadi dapat dipahami bahwa yang merupakan tanda bukti hak atas tanah dan bangunan yang sah adalah sertifikat, sementara IMB untuk menyatakan bahwa bangunan yang didirikan sesuai dengan peraturan yang berlaku dan SPPT PBB untuk menentukan atas objek pajak tersebut dibebankan pajak yang harus dibayarkan kepada Negara oleh pemiliknya.