Kebutuhan perumahan yang belum terpenuhi (backlog) di Indonesia telah mencapai 30 juta unit sampai dengan tahun 2025. Di tahun 2017 saja, kebutuhan rumah (backlog) layak huni bagi masyarakat Indonesia dinilai masih cukup tinggi.
Bahkan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Menpupera), Basuki Hadimuljono mengaku Program Satu Juta Rumah akan tetap dilanjutkan di tahun ini, dengan komposisi pembangunan 700.000 unit rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan 300.000 non MBR.
Sumber : https://www.google.co.id/amp/s/inapex.co.id/2017-kebutuhan-rumah-masyarakat-indonesia-cukup-tinggi/amp/
Tingginya pemenuhan perumahan yang belum terpenuhi, memicu permintaan atas properti. Secara tidak langsung memberikan alasan bagi para developer kapitalis (serakah) untuk membabat hutan, merusak ekosistem, merubah zonasi hijau menjadi kuning, bahkan menggusur kaum miskin ke 'pinggiran'.
Rakusnya konglomerat properti bikin rumah murah tinggal mimpi. Rakusnya para konglomerat properti di kawasan pinggiran membangun kawasan elite, menyebabkan lahan kosong menyusut. Seiring penyusutan lahan kosong dan besarnya lahan yang dikuasai pengembang kelas kakap, maka pilihan msyarakat berpenghasilan pas - pasan semakin sulit memiliki hunian.
Sumber : https://www.google.co.id/amp/s/amp.tirto.id/rakus-konglomerat-properti-bikin-rumah-murah-tinggal-mimpi-cN4u
Tanpa disadari, pola pikir keserakahan membentuk rasa kurangnya kepedulian terhadap tetangga dan lingkungan sekitar. Keinginan menguasai segalanya tak ada kata cukup. Seolah - olah jika kita punya duit, maka berkuasa dan bisa bertindak sesuka hati. Di sisi lain masyarakat masih banyak yang miskin, jangankan beli 'rumah mewah', rumah sederhana puk tak terbeli.
Sumber : juraganforum.com/keserakahan-investasi-properti/
Apalagi di pihak Developer Properti, semakin diuntungkan dengan maraknya program KPR Perbankan. Seolah - olah masyarakat mempunyai banyak pilihan dan tinggal menentukan lokasi perumahannya. Selain itu, dengan suku bunga (Riba) yang beragam memberikan keleluasaan bagi para pengembang untuk menawarkan promo -promo kepada masyarakat. (Sumber : https://googleweblight.com/i?u=https://www.suaramerdeka.com/index.php/news/baca/29197/pengembang-untung-marak-perbankan-salurkan-kpr&hl=id-ID)
Namun kenyataannya, naiknya suku bunga KPR membuat masyarakat harus rela membayar lebih mahal cicilan rumah setiap bulannya. Bahkan, ada yang mengurungkan niat mencicil pembelian rumah. Beban tersebut masih ditambah dengan Inflasi, yang secara tahunan mencapai 8,22 persen. Sehingga, harga rumah bisa melonjak hingga 20 kali lipat ditambah inflasi yang meroket menjadikan keinginan untuk memiliki rumah hanyalah sebatas mimpi. (Sumber : https://m.merdeka.com/uang/suku-bunga-kpr-makin-mencekik-masyarakat.html)
Guru kami Mas Jaya Setiabudi founder yukbisnis.com mengatakan, KAPITALISME tanpa kita sadari telah merasuk dalam kehidupan kita, mempengaruhi pola pikir dan perilaku kita dalam menjalankan bisnis.
Lawan dari kapitalisme adalah 'Rahmatan lil A'lamin', menjadi rahmat bagi semesta alam. Bukan hanya manusia, juga hewan dan tumbuhan serta alam.
Deskripsikan kata cukupmu, agar datang kata syukur mu.
Jika angka cukup tak terpenuhi, maka 'kata syukur' pun tak akan keluar. Sehingga, jangan berharap Allah akan menambah nikmat - Nya kepada kita.
Bagaimana dengan pengusaha properti?
pengusaha haruslah 'membantu orang lain mendapatkan angka cukupnya'. Bisnis adalah KENDARAAN bukan tujuan. Jangan terlena oleh kendaraan sehingga lupa tujuan
Seringkali saat 'miskin' punya tujuan yang mulia sebagai pengusaha, yaitu mengentaskan pengangguran dan kemiskinan. Namun setelah mencicipi nikmatnya kekayaan, lupa akan tujuan yang semula.
Jemput 'kata cukupmu' dengan proses yang halal dan berkah. Utamakan keberkahan bukan kekayaan. Syariah itu di PROSES bukan di hasil
ingat RUMUSNYA : TUJUAN yang benar, baru rumuskan jalan yang BERKAH
Sumber : http://juraganforum.com/vibrasimu-terasa/
Value - value diatas melandasi visi dan misi hasalahland.com membangun Peradaban Islami yang menerapkan ajaran Islam secara kaffah dalam segala aspek kehidupan dan mengembangkan kemandirian umat.
Hadirnya hasanahland.com di tengah - tengah masyarakat dalam rangka menghadirkan lingkungan islami, berupa perumahan yang berkonsep islami. Dimana Insya Allah menjadi tempat terbaik mengembangkan keluarga dan membesarkan anak serta membangun sistem ekonomi islam yang mengembangkan kemandirian umat.
Mari berjuang dan berdakwah lewat properti syariah
Mari bergerak bukan hanya untuk mengkayakan diri
Mari bergerak bukan untuk banyak menguasai
Mari bergerak bukan untuk kembali memonopoli properti
Namun, mari bergerak untuk berjuang menegakkan kembali islam di negeri mayoritas muslim ini
Kali ini datang dari pakar pendidikan, Prof. DR. M. Dawam Rahardjo, Rektor UP45 Yogyakarta, menuturkan, bahwasanya Indonesia adalah Negara Outsouching. Indonesia tidak melakukan Industrialisasi, karena indonesia hanya memiliki pabrik saja. Sebagai fasilitator pabrik tepatnya, dimana pemiliknya seperti yang kita ketahui bersama, tetap asing lagi, asing lagi. Lama kelamaan, bangsa Ini hanya menjadi Negara sebagai "Tukang Pembersih WC" yang diberakin oleh kapitalis asing.
Disisi lain Prof.DR. Sri Edi Swasono sebagai Ketua Majelis Luhur Taman Siswa, beliau menceritakan perihal pendapat dari Rektor UGM pada Acara Dies Natalis 2013, bahwasannya kita tidak berdaulat dalam teknologi, bibit, mesiu, pangan, energy, obat, dan industri. Obat hanya peracik, Industri hanya perakit, bahkan panganpun import. Seolah kita dilahirkan disini hanya sebagai ahli konsumsi saja. Sangat jauh dari kedaulatan, untuk sebuah bangsa.
Prof Sri Edi mempertanyakan, “Apa yang kau ajarkan kepada mahasiswamu? Koq mahasiswamu jadi begini? Dan tidak melihat bahwa sekarang ini keadaannya bertentangan dengan UUD. Tidak melihat bahwa tanpa kedaulatan itu, memalukan. Koq ga ada yang kerasa itu?”
Ada Statemen menarik dari salah satu praktisi pendidikan lainnya. Beliau mengatakan bahwa "Universitas berhentilah menyibukkan diri dengan embel - embel universitas kelas dunia, Universitas riset atau apapun itu namanya. Saya kira itu semua adalah cerminan dari neokolonialisme. dan memang kenyataannya seperti itu. Universitas dijadikan sebagai ajang pengkaderan agen - agen kolonial".
Seiring berkembangnya zaman dan teknologi serta pola pikir yang makin cerdik, membuat segala sesuatu hal terlihat tampak indah, namun hanya sesaat dan sesat.
Kapitalisme perlahan lahan masuk ke kedaulatan Bangsa Indonesia. Seolah - olah turut berpartisipasi membantu kedaulatan namun justru menjadikan bangsa Indonesia tak berdaulat sama sekali.
Salah satu contoh sistem kapitalis mulai mengukuhkan cakarnya di Indonesia adalah dengan dikuasainya marketplace - marketplace ternama yang ada di Indonesia. Mengutip dari Juragan Forum tentang bibit - bibit kapitalis di darah kita, dipaparkan oleh Mas Jaya Setiabudi, bagaimana para kapitalis memainkan strategi dan merusak ekosistem perekonomian UKM. Perang harga, diskon gede - gedean, serta ongkos kirim yang gratis. Sekilas terlihat menguntungkan bagi pembeli dan produsen, namun efeknya sementara, karena Pasar akan sensitif terhadap harga. Konsumen akan membeli ke marketplace yang harganya gak masuk akal bagi pelaku UKM. Para UKM pun mulai jadi korban rusaknya ekosistem, baik toko offline ataupun online lokal tidak mampu bersaing, alhasil tutup toko, gulung tikar.
Contoh lain seperti yang diwartakan laman swamedium, maraknya iklan hunian di berbagai media cetak dan elektronik berdampak pada harga properti yang semakin tidak terjangkau bagi para pekerja dan buruh yang berpendapatan pas - pasan. Para Pengembang jor-joran mengiklankan Apartemen dan Hunian Mewahnya yang hanya “satu koma empat milayar saja” sebagai investasi. Akhirnya, yang kaya makin kaya. Yang kurang mampu, hanya penikmat iklan dan berlalu, ingin punya rumah? Jadi impian semu.
Pemerintah sudah semestinya menertibkan dan proaktif, dicarikan solusi menjaga stabilitas harga properti yang terjangkau bagi pekerja, ini sudah selayaknya menjadi prioritas pemerintah. Sebab bukan hanya pengembang sebagai pengusaha saja yang ingin anak dan istrinya tidur dengan nyenyak di rumah yang layak, namun kaum pekerja, ekonomi menengah kebawah juga berhak mendapatkan hunian yang layak bagi anak - istri mereka.
Kementerian Perkerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melalui Direktorat Jenderal Pembiayaan Perumahan memperkirakan hingga tahun 2025 angka kebutuhan rumah di Indonesia mencapai 30 juta unit ( Sumber : Kompas)
Tahun 2017 kemarin, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Menpupera) Basuki Hadimuljono mengaku Program Satu Juta Rumah akan diteruskan ditahun 2018 ini. Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Syarif Burhanuddin menambahkan, dirinya sangat optimis program itu bisa ditingkatkan capaiannya.
Di Tahun 2017, pemerintah sudah melakukan pembangunan hunian dengan komposisi pembangunannya masih tetap 700.000 unit rumah bagi MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah), dan sisanya 300.000 unit rumah untuk non MBR.
Jika mengacu pada data diatas bahwa kemampuan pemerintah dalam membangun properti untuk masyarakat hanya sebatas 1 juta unit pertahun sedangkan target pemerintah di tahun 2025 mesti 30 juta terpenuhi. Sehingga pertahun semestinya pemerintah membangun hunian untuk masyarakat sebanyak 3.750.000 unit. Dengan demikian masih ada potensi bagi pengembang lokal/pribumi untuk membantu mewujudkan pemenuhan hunian sebanyak 2.750.000 unit/tahun. Melihat pasokan rumah yang gak cukup maka diperlukan pengembang lokal baru.
Memasuki tahun 2018 industri properti dalam negeri menghadapi beberapa tantangan di tahun politik. Salah satunya adalah serbuan pengembang asing dari China yang bersembunyi di balik nama lokal ( Sumber : Okezone)
Hal ini mesti kita waspadai karena developer china cenderung berambisi dan memiliki target yang tinggi untuk menguasai properti seluruh tanah air.
Pertanyaanya adalah apakah kita hanya bisa berdiam diri dan menjadi penikmat iklan “satu koma empat miliar saja” ? Atau mungkin secara ga sadar, kita adalah salah satu agennya? Calo tanahnya? Bahkan Agen pemasar produknya? Sampai akhirnya INDONESIA SOLD OUT ketangan kapitalis asing selamanya. Mungkinkan??
Ada beberapa dokumen yang melekat pada suatu objek berupa benda tidak bergerak seperti tanah dan bangunan, diantaranya Sertifikat, Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT-PBB) yang berfungsi sebagai penanda sahnya legalitas objek tersebut di mata hukum. Masing-masing dokumen ini dikeluarkan oleh instansi yang berbeda dan memiliki fungsi yang berbeda pula.
Sertifikat dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN), IMB adalah urusannya pemerintah daerah setempat melalui dinas perijinan bangunan, baik tingkat kota/kabupaten atau kecamatan sedangkan SPPT-PBB manjadi domainnya Kantor Pelayan Pajak (KPP), tapi saat ini pengelolaan sudah dilimpahkan ke Pemerintah Daerah masing, sebagai tindak lanjut kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal.
Sertifikat Tanah dan Bangunan
Menurut PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, sertifikat adalah surat tanda bukti hak atas tanah dan bangunan. Sertifikat dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) melalui kantor pertanahan masing-masing wilayah.
Pada dasarnya sertifikat dicetak dua rangkap, dimana satu rangkap disimpan di kantor BPN sebagai buku tanah dan satu rangkap dipegang masyarakat sebagai tanda bukti kepemilikan atas tanah dan bangunan. Dalam arsip buku tanah tersebut tercantum secara detil mengenai tanah, baik data fisik maupun data yuridis seperti luas, batas-batas, dasar kepemilikan, data-data pemilik dan data-data lainnya.
Data fisik tanah yang tercantum dalam Surat Ukur yang terlampir dalam sertifikat pada halaman terakhir hanya berupa luasnya dan tidak melampirkan ukuran secara detil. Dan data bangunan juga tidak dicantumkan dalam sertifikat, jika di atas tanah tersebut ada bangunan, maka dalam sertifikat hanya tertera bahwa di atas tanah tersebut ada bangunan.
Ijin Mendirikan Bangunan (IMB)
Tentang IMB diatur dalam Undang-Undang nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Dalam UU tersebut mensyaratkan bahwa untuk mendirikan bangunan gedung di Indonesia diwajibkan untuk memiliki Ijin Mendirikan Bangunan.
IMB merupakan landasan sah kita mendirikan bangunan. Dalam IMB tersebut tercantum data-data bangunan secara detil. Mulai dari peruntukan, jumlah lantai dan detil teknis yang menjadi lampirannya.
IMB terdiri dari IMB Rumah Tinggal, IMB Bangunan Umum Non Rumah Tinggal sampai dengan 8 lantai dan IMB Bangunan Umum Non Rumah Tinggal 9 lantai atau lebih. Masing-masing tipe bangunan tersebut memiliki syarat yang berbeda. Semakin tinggi atau semakin rumit bangunan maka semakin banyak pula yang harus diperhitungkan dalam pemberian IMB.
Untuk IMB Rumah tinggal pengurusannya cukup melalui seksi Perijinan Bangunan di Kantor Kecamatan setempat, sedangkan untuk bangunan non rumah tinggal permohonan IMB dilakukan di Suku Dinas Perizinan Bangunan Kota Administrasi setempat dan untuk bangunan dengan tipe dan luasan tertentu perijinan dikeluarkan oleh Pemda atau gubernur. Sedangkan untuk bangunan dengan fungsi khusus ijinnya langsung dikeluarkan oleh pemerintah pusat.
Selain itu aspek teknis seperti garis sempadan bangunan tidak melanggar, Koefesien Dasar Bangunan (KDB) dan Koefesien Luas Bangunan (KLB) sesuai dengan yang dipersyaratkan. Penting juga diperhatikan bahwa antara bentuk bangunan seperti tertera dalam IMB sesuai dengan bangunan fisiknya.
Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT-PBB)
SPPT diatur dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). SPPT merupakan dokumen yang berisi besarnya utang atas Pajak Bumi dan Bangunan yang harus dilunasi oleh Wajib Pajak pada waktu yang telah ditentukan.
SPPT hanya menentukan bahwa atas objek pajak tersebut dibebankan hutang yang harus dibayarkan oleh subjeknya. SPPT PBB bukan merupakan bukti kepemilikan objek pajak. Karenanya sering kita menemukan bahwa nama yang tercantum di sertifikat berbeda dengan nama yang tercantum dalam SPPT PBB.
Hal ini bisa terjadi karena pemilik tidak melakukan balik nama SPPT PBB setelah dilakukannya peralihan hak atau balik nama sertifikat atas tanah dan bangunan tersebut. Dalam pembayaran PBB yang perlu disesuaikan adalah Nomor Objek Pajak (NOP)-nya.
Kondisi lainnya adalah SPPT PBB hanya mencantumkan nama salah satu pemilik saja, jika pemilik objek pajak tersebut lebih dari satu orang.
Jadi dapat dipahami bahwa yang merupakan tanda bukti hak atas tanah dan bangunan yang sah adalah sertifikat, sementara IMB untuk menyatakan bahwa bangunan yang didirikan sesuai dengan peraturan yang berlaku dan SPPT PBB untuk menentukan atas objek pajak tersebut dibebankan pajak yang harus dibayarkan kepada Negara oleh pemiliknya.